Pidato ini dela bawain waktu ikut lomba di SMA Negeri 5 Bogor, dibuatin ama kakanya dela, namanya Kurrata.... kalah sih, gara-garanya pidatonya kepanjangan, and kalo ga salah ini pengalaman pidato dela yang pertama di luar sekolah. hehe.
Bismillahirahmanirrahim…
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin,
Segala puji bagi Tuhan semesta alam yang telah memberikan kita kesempatan untuk berkumpul di tempat ini dalam keadaan sehat wal’afiat. Tidak lupa sholawat semoga senantiasa dicurahkan kepada baginda besar, nabi akhir zaman, Nabiyullah Muhammad Saw.
Dalam kesempatan kali ini, kesempatan yang cukup singkat, tetapi semoga sarat akan rahmat, saya ingin kembali mengingatkan kembali kepada masa 82 tahun silam. Masa sakral bangsa ini yang telah diwakilkan oleh para pahlwan terdahulu. Pada saat Indonesia belum terbentuk, tetapi jiwa pertiwi telah ada. Yaitu masa ketika sumpah pemuda diikrarkan pada tanggal 28 oktober 1928. Sumpah pemuda berisi ikrar kita semua, bangsa Indonesia untuk bersatu menjadi satu bangsa yang berjiwa nasionalisme (cinta tanah air).
Dewasa ini, nasionalisme telah memudar dari jiwa-jiwa bangsa Indonesia. Jika dilihat dari kronologis menghilangnya nasionalisme telah mulai terlihat sejak zaman pemerintahan Mantan Presiden RI, Bapak Suharto. Pada masa pemerintahan Bapak Suharto, multikrisis menyerang bangsa ini, di antaranya yang paling vital adalah krisis moneter,. Tindak korupsi besar-besaran saat itu telah memudarkan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap pemerintah dan telah mencoreng citra baik Indonesia. Hal tersebut mulai menghilangkan kebanggaan bangsa terhadap negerinya sendiri. Betapa hal tersebut sangat ironis. Memang benar, kehancuran suatu kelompok apabila dipimpin oleh pemimpin yang bermental bobrok. Namun, kehancuran suatu negeri tidak bisa serta merta diakibatkan oleh pemimpinnya yang tidak baik. Sebagai negara demokratis, segala keputusan berada pada kita sebagai warga negara. Jadi, secara tidak langsung, kita memiliki peranan yang besar dalam kehidupan negeri ini, seperti semboyan dari, oleh, dan untuk rakyat.
Hadirin yang mulia,
Jiwa nasionalisme sangatlah penting dalam membangun negeri ini. Membangun negeri ini tidak hanya dengan bekal uang ataupun hutang. Hadirin… membangun negeri ini dibangun dari moral dan mental kita semua sebagai pembentuk dan penggerak negeri ini. Marilah kita belajar dari negeri seberang, seperti Jepang, salah satu negara di Asia yang memiliki jiwa nasionalisme tinggi. Lihatlah bagaimana Jepang masih mebudayakan pakaian-pakaian adatnya dalam kehidupan sehari-hari. Jepang merupakan bukti kesuksesan suatu Negara akibat kebanggaannya terhadap kebudayaanya yang dimiliki. Jepang begitu tertutup dengan kebudayaan asing. Mereka merasa bangga dengan apa yang mereka miliki. Kalaupun ada budaya asing yang masuk, mereka akan selalu selektif. Mengambil segala yang positif, dan meninggalkan yang bersifat destruktif/negatif. Sangat kontras bukan dengan bangsa Indonesia.?
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya. SDAnya melimpah ruah, Indonesiapun merupakan negara yang padat penduduk. Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak. Menurut BPS tahun 2010, jumlah warga Indonesia pada tahun ini mencapai 235 juta jiwa. Betapa angka yang fantastik hadirin. Bayangkan, jika semua masyarakat bisa berkontribusi bagi bangsa ini, betapa negeri ini akan menjadi negara yang spektakuler. Tidak hanya SDA dan SDMnya, Indonesia kaya akan berbagai suku, adat dan budaya yang menjadi daya tarik dan keunikan bagi bangsa ini. Salah satunya batik. Lihatlah, bagaimana bangsa Malaysia begitu mengagungkan kebudayaan. Sepanjang catatan sejarah, begitu banyak budaya – budaya kita yang terklaim oleh bangsa lain, sebut saja Malaysia. Menurut data yang diperoleh 64%, pencurian artefak bangsa Indonesia dilakukan oleh pemerintah Malaysia. Dan hal tersebut bukanlah omong kosong semata. Data berbicara, lebih dari dua puluh artefak budaya Indonesia tercuri oleh bangsa asing, di antaranya :
1. Batik dari Jawa oleh Adidas
2. Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
Masyarakat indonesia masa kini mulai melupakan kebudayaan yang dimiliki. Hal ini disebabkan pola pikir masyarakat Indonesia yang menjadikan kebudayaan Barat sebagai kiblat. Rasa nasionalisme yang semakin pudar mengurangi kepedulian kita terhadap budaya yang kita miliki sendiri. Jangankan mencintai budaya yang tak terlihat bentuknya, untuk mencintai produk dalam negeri saja sangat sulit. Padahal, dengan mencintai produk lokal, akan memperbaiki perekonomian bangsa yang akan berimbas juga pada masyarakat Indonesia itu sendiri. Namun sekali lagi, bangsa Indonesia telah kehilangan rasa nasionalismenya, dan ini adalah langkah awal menuju kehancuran.
Jika saja waktu dapat dimundurkan 65 tahun ke belakang, dapat kita saksikan perngorbanan mahadahsyat oleh pahlawan- pahlawan kita yang mengorbankan harta, jiwa dan raganya demi kemerdekaan Negara Indonesia. Lalu, kontribusi apa yang dapat kita berikan kepada negara kita, sebagai wujud syukur dan rasa terima kasih kepada para pejuang yang tewas di medan perang?. Ironisnya, jawabannya ‘tidak ada’.
Kenyataan yang ada, sebagian besar bangsa Indonesia merasa tidak bangga bahkan merasa malu akan budayanya. Mereka menganggap budaya Indonesia merupakan sesuatu yang tua, kolot, dan tidak modern. Akibatnya, sering kali mereka menonjolkan budaya Barat yang mereka anggap keren. Rasa nasionalisme itu dibutuhkan saat ini, bukan saat bersama – sama berdemo ke gedung MPR menuntut penurunan BBM atau bersama – sama memblokir jalan tol serta merusak fasilitas umum. Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sangat diperlukan untuk menjaga kekayaan kita yang sedang menjadi target incaran bangsa lain.
Hadirin,
Bumi pertiwi sedang dalam kegoncangan yang cukup dahsyat. Tidak hanya dari segi poitik tentang korupsi, dan segi budaya tentang pengklaiman tradisi. Namun, bencana-bencana juga berdatanagan silih berganti. Apakah bencana-bencana alam yang datang silih berganti merupakan hal yang lumrah dan sia-sia? Tidak saudara, tidak ada yang sia-sia di dunia ini. Hal tersebut merupakan salah satu peringatan Tuhan akan bobroknya mental negeri ini. Salah satu bencana yang masih hangat dalam ingatan adalah banjir wasior. Banjir tersebut datang akibat keegoisan manusia dalam menebagi hutan secara membabi buta. Dan hal tersebut sama sekali bertentangan dengan jiwa nasionalisme.
Hadirin,
Bagaimana untuk membangun rasa nasionalisme itu kembali? Tentu saja hal ini bukanlah sesuatu yang mudah. Salah satu cara untuk membangkitkan rasa nasionalisme kita adalah dengan menanamkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam jiwa. Singkirkan paradigma kolot tentang budaya Indonesia. Terutama bagi generasi muda yang sudah terkontaminasi dengan gaya hidup barat. Karena tidak sedikit dari mereka yang sudah kehilangan kepribadian dirinya. Pakaian minim dengan model rambut groovy berwarna – warni. Perkembangan teknologi yang mempermudah akses internet dengan cepat memancing para Remaja Indonesia mengakses situs- situs porno, bahkan melakukan transaksi terlarang melalui dunia maya. Coba kita bandingkan berapa banyak remaja Indonesia yang lebih memilih untuk menarikan Tari Jaipong dengan jumlah mereka yang dengan semangat menarikan tarian Hip Hop. Tentu saja perbandingan kontras yang sangat menyayat hati Ibu Pertiwi. Akan jadi apa Negeri ini jika melihat moralitas generasi mudanya saja sebobrok itu? Padahal, kekuasaan terbesar suatu negeri terletak pada tangan pemuda- pemudanya.
Mengetahui hal tersebut, tentu saja kita tidak bisa duduk tenang berpangku tangan. Banyak hal yang dapat kita lakukan dalam menangkal dampak negatif dari globalisasi tersebut. Di antaranya: menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misalnya semangat mencintai produk dalam negeri; menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila serta; ajaran agama dengan sebaik- baiknya; menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya; serta selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.
Hadirin,
Marilah kita renungkan kembali kondisi bangsa ini. Masih banyak yang perlu dibenahi dengan tangan-tangan kecil kita. Jangan pernah pikirkan apa yang negeri ini akan berikan pada kita, tetapi pikirkan apa yang telah kita berikan kepada negeri… Mari kita kembali pada masa 82 tahun silam bukankah mereka telah mengikrarkan sebuah ikrar yang dahsyat
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Sekian yang dapat saya sampaikan, semoga momentum 28 oktober 1928 itu dapat menyadarkan kita akan persatuan. Mohon maaf jika ada kesalahan. Segala yang benar dari Allah dan segala kesalahan berasal dari diri saya sendiri.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahirabbilamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar